A Man Who Must Not Be Named (4): Siapa yang Mencintai Lebih Dulu ?
Pagi
itu, aku sedang menunggu wawancara di gedung rekotrat kampus, tiga bulan yang
lalu aku bergabung dengan media kampusku, karakter.com namanya, dan di selah
aktifitas kuliahku kerjaanku adalah mencari berita tentang kampus dan segala
embel-embelnya. Karena bosan menunggu, aku mengambil satu gambar dan ku
kirimkan ke pacar pura-puraku tanpa caption apapun.
Sekitar
setengah jam berlalu, tiba-tiba terdengar suara,
“Kamu haus, diminum dulu jusnya,”.
“Maaf saya puasa,’’ siapa sih tanyaku dalam hati.
“Buat apa di sini, Kapan sampai, kenapa tidak kasi kabar,
katanya dua hari tidak ada kabar, ini sudah hari ke empat, ” tanyanya bertubi-tubi tak
membiarkanku menjawab.
“Maaf, aku sengaja tidak mengabarimu, aku ingin buat
kejutan, aku ingin tiba-tiba di depanmu, bukankah kemarin-kemarin kamu bilang
kamu ingin aku tiba-tiba ada di depanmu saat kamu membuka mata ? nah sekarang
aku sudah tiba-tiba datang, apa kamu senang ?,” tanyaku dengan nada bercanda.
“Aku serius, aku sedang tidak ingin bercanda dan aku tidak
suka bercanda soal seperti ini,” pacar pura-puraku ini terlihat kesal dengan jawabanku
tadi.
Aku
ingin menjawab, tapi ku pilih diam agar dia bebas mengocehiku. Aku diam bukan
karena aku merasa salah, tapi karena sedang berfikir saja, apa salahku ? apa
pentingnya memberikan kabar tentang kepulanganku padanya , bukannya sebelumnya
perjanjian kami hanya sekedar meramaikan handphone masing-masing ? kenapa pria
ini terlihat begitu kesal ? bagiku ini hal biasa dan tidak perluh dihadapi
dengan cara seperti ini.
“Buka puasa nanti aku ada janji dengan teman SMP, di Taman
Kota, mungkin aku pulang ke rumahnya agak malam,’’.
“Dek, pak Rektor sudah di atas, katanya kalo mau wawancara
langsung ke atas saja,’’ ucap salah seorang staff berbadan kekar dengan mengenakan
batik berwarna jingga. Akupun meninggalkan pacar pura-puraku tanpa sepata kata,
aku takut salah bicara, aku tidak ingin memperpanjang perbincangan tadi.
Suara
Adzhan magrib sudah mengiringi para pejalan kaki di Taman Kota, waktunya
berbuka puasa tapi aktifitas mereka masih jalan. Aku bersama tiga temanku
berbuka puasa dengan suara senyap. Setelah menghabiskan makanan tiba-tiba
mataku terfokus pada seorang lelaki yang duduk sendirian di meja pojok dekat
pintu masuk, aku merasa mengenali tubuh lelaki itu, benar saja dia adalah pacar
pura-puraku, entah sejak kapan dia duduk di sana, sudahkah dia berbuka puasa
atau belum, dan untuk apa dia di sini.
“Sudah buka ? ngapain disini,”.
“Ia sudah, tadi aku mau ngajak kamu buka puasa tapi karena
kamu sudah ada janji ya aku tidak ingin merusaknya,’’.
“Ya Allah, kenapa tidak bilang, sini pindah meja,”.
“Gaes, kenalin ini Didin, teman kuliah aku,”.
Malam
itu aku tidak tarawe karena menghabiskan malam dengan pacar pua-puraku,
teman-temanku sudah pulang sejak dus jam yang lalu tapi kami masih di Taman
Kota, dengan saling menatap diam, sebenarnya telah kutakan banyak hal dalam
hatiku tentangnya yang akhir-akhir ini terlalu posessive menurutku, ku pandangi
matanya tajam berharap dia mampu membaca kata-kata dalam mataku.
Pacar
pura-puraku hanya diam, entah karena dia sedang marah atau apa, aku tidak
mengerti, aku masih sedang mencoba mengenalinya. Dia penuh dengan teka teki tak
berklu yang mungkin jika dipecahkan oleh seorang pesulap pun peramal sekalipun
masih tidak akan terpecahkan type pria seperti dia.
“Aku ingin pulang, ini sudah terlalu malam,’’.
“Biar aku antar,”.
“Biar aku pulang sendiri, aku bawa motor kok, jarak rumah
kita terlalu jauh nanti kamu pulangnya kemalaman,”.
“Biakan ku pastikan kamu pulang dengan selamat malam ini,
aku hanya ingin memastikan jam berapa kamu mengucapkan Assalamualaikum di depan
pintu rumahmu malam ini,”.
Keesokan
harinya, teman kelasku mengadakan buka bersama di kampus, semua teman sekelas
kami hadir waktu itu. Sebenarnya teman-temanku tidak ada yang tahu tentang
hubugan kami, tidak mungkinkan aku membuat pengumuman tentang kepura-puraan
kami, dan tidak mungkin lelaki sesabar dia membuata pengumuman juga. Dia sangat
sabar dalam kelas, di depanku dialah manusia terbawel.
Aku
adalah mahasiswa terramah dikelasku, pada saat buka puasa semua teman kelasku
mendapatkan bagian masing-masing dari kejailanku, mulai dari menambahkan nasi,
mengambil lauk, bahkan tidak memberi air ketika mereka keselek, ya itulah aku.
Aku suka bercanda dan becandaku kadang kelewatan tapi tak lupa ku ucapkan maaf
diakhir candaanku. Teman-temanku sudah sangat mengenali watakku, mereka bahkan
kadang memanggilku bawel level 10, katanya aku bak mie naga yang berlevel.
Sebelum
pulang, pacar pura-puraku menarikku duduk di depan rungan,
“Aku mau ngomong bentar, aku suka kamu, aku suka cara kamu
membuat teman-teman tertawa, aku suka kamu yang terus tertawa, tolong tawa itu
saja yang kamu perlihatkan padaku, aku tidak melihat wajahmu yanglain,’’
“Aku juga suka melihat kamu tersenyum, senyuman kamu
paling bisa memanahan semua topik candaanku, tolong jangan senyum lagi, aku
tidak ingin ada wanita lain yang melihatnya, nanti kamu direbut sebelum kontrak
kita habis gimana ?,” godaku.
“Ngomong-ngomong soal kontrak, tolong lupakan saja, aku
ingin bersamamu lebih lama, kamu terlalu berharga untuk ku lepaskan secepat
ini,”.
“Jadi maksud kamu ingin berlama-lama denganku, kenapa ?
mau membuatku jatuh hati ? hati-hati kamu yang jatuh,”.
“Aku akui, aku sudah jatuh hati, aku tidak tahu sejak
kapan perasaan itu ada, yang aku tahu
aku ingin terus menyaksikan senyummu, tawamu, candamu dan segala bahagiamu, aku
ingin memastikan tidak setetes air matapun jatuh dari matamu, kamu terlalu
berharga untuk meneteskannya”.
“Maaf, tapi kamu tidak begitu indah untuk diriku yang
istimewa ini, aku lebih menyukai lelaki yang cerewet sama sepertiku, kamu
terlalu kecil untuk aku yang besar,” candaku untuk memecah suasana
yang terlalu serius. Sepertinya dia mencoba merayuku, oh maaf aku juga bisa
mearayu.
Ini
bukan soal candaan aku lagi, sebenarnya apa yang kukatakan diawal-awal itu ada
benarnya, pacar pura-puraku memang manis, romantis, kata-katanya sderhana tapi
selalu mampu meninggalan sayang dalam diriku. Dia seolah memupuk sayang dengan
lontaran kata-katanya realistis tapi tak bermajas. Aku suka lelaki yang
memperhatikan dan menjagaku secara sederhana. Ingin ku katakan “I love you”
tapi gengsi, aku tidak ingin kalah dalam permainan kontrak ini.Disaat aku ingin
pergi, dia menarik tanganku.
“Tolong jangan marah setelah mendengar kata-kataku, I love
you Dinda, aku bersumpah telah mencintaimu, aku bersumpah telah memiliki rasa
sayang padamu walau tak ku tahu sejak kapan rasa itu ada dalam hatiku, aku mengaku kalah karena telah mencintaimu
lebih awal. Semua yang aku katakan padamu selama adalah serius dari hatiku,
bahkan memintamu jadi pacar pura-puraku adalah kesengajaanku, aku tidak ingin
kamu menolakku waku itu, karena aku tidak ingin merasakan hancur, tapi malam
ini aku merasakannya, aku merasakan sakit saat tadi kamu bercanda dengan
teman-teman sedekat itu, aku ingin candaan itu hanya untuk aku, aku cemburu,
dan sekarang ku katakan semua padamu, aku tidak ingin merasakan sakit seperti
tadi. Jikapun kamu tidak mencintaku tolong jaga hatiku sampai kontrak kita
selesai,”.
“Terimakasih atas keberaniamu mengungkapkan semuanya, maaf
aku gengsi. Aku gengsi menyatakan itu lebih dulu, bukan karena aku wanita tapi
karena aku tidak ingin kalah darimu. Cukup kamu tahu aku menyayangimu tak perlu
kamu tahu sejak kapan karena akupu tidak tahu,’’.
Seketika
aku berasa ada dalam adegan sebuah film dengannya, tapi seperti itulah
perasaanku kala itu pada. Entah kapan dan entah siapa yang mencintai lebih
dulu, aku tidak peduli lagi soal itu, aku hanya ingin semua baik-baik saja. Aku
ingin menikmati kasih sayang dari pria aneh yang sempat tak bernama ini, aku
menyukai wangi kas bayi yang dimilikinya, aku ingin memaknai setiap kata yang
keluar dari mulutnya, dan aku ingin telinga dan matanya menyaksikan bahwa aku
bisa menyayanginya dengan baik dan bijak, aku ingin memamerkannya pada dunia
agar dunia tahu aku memiliki sudut terindah dunia yang sedang dicari-cari
orang, ya sudut terinda dunia adalah kenyamanan yang damai yang mampu membuatku
hanyut hanya dengan tatapan, sudut itu adalah dia si pacar pura-puraku yang
ingin ku seriusi.
.png)
Komentar
Posting Komentar