A Man Who Must Not Be Named (3): Cinta Salah Sambung

 


Pagi ini terasa dingin dari biasanya, dinginnya membuatku betah berlama-lama dalam dekapan selimut berwarna putih bermotif panda yang kubawa tanpa sengaja ke Kota Bontang ini, aku sedang di Kota Bontang, Kalimantan Timur menghabiskan libur semester ganjil pertamaku.

Dinginnya menusuk tubuhku secara perlahan, ia menancapkan rindu yang tak terprediksi, aku yang berniat menghabiskan waktu libur untuk main malah terperangkap rindu yang membatasiku bepergian pun menikmai rasa nyaman, ya rindu itu perlahan membunuh rasa nyaman yang telah lama bersemayam dalam diriku.

Aku rasanya ingin pulang, aku tidak memiliki cukup alasan untuk pulang, rinduku hadir begitu saja tapi tentang siapa pemiliknya aku tidak tahu.

Dua Juli 2015, tepat pukul 9 malam, waktu itu berada di salah satu cafe yang berdiri di atas air, aku tidak tahu persis air itu tawar atau asin, cafe yang dibangun dengan model kapal itu menjadi pilihanku menghabiskan malam minggu bersama tiga teman baruku yang tidak ku tahu pasti watak masing-masing dari mereka.

Telephoneku tiba-tiba berdering, ada panggilan dari nomor yang tidak diketahui, tidak seperti biasanya, panggilan itu langsung ku angkat.

“Haloo, Assalamualaikum, siapa ?,”

“Walaikumsalam, selamat malam mbak, ini dengan mbak Dinda ?,”.

“Iya saya, maaf ini siapa ?,”.

“Saya dari telkomsel mbak, selamat mbak mendapatkan hadiah berupa voucer pulsa senilai Rp 100.000,-, hadiahnya mau kami kirim langsung ke nomor mbak atau mau kami uangkan mbak ?,’’.

“Pulsa saja mas, kirim ke nomor ini saja,’.

“Baik mbak Dinda, mohon maaf mengnaggu malam minggunya, selamat malam dan terimakasih banyak mbak Dinda”.

Sebenarnya aku tahu, panggilan itu dari seorang penipu yang bermodus hadiah telkomsel, tiga bulan terakhir hampir setiap minggu aku menerima panggilan seperti itu. Terkadang aku sengaja berbasa basi ingin mengambil hadiah yang ditawarkan si penipu untuk mengisi kekosonganku, maklum aku seorang jomlo.

Beberapa menit setelah panggilan itu ku tutup, aku menerima pesan singkat dari nomor yang  barusan menelponku.

“Maaf mbak Dinda, sebenarnya ini saya Didin, maaf iseng menelponmu tadi, selamat malam minggu ya. Lebaran nanti dimana, Majene atau Bontang ?”.

Pria aneh ini tahu aku sedang tidak di Majene ? tanya hatiku kepada kepalaku nam un kepala ku tidak memberikan jawaban, namun ku simpulkan ia tahu.

“Kepo sekali anda”  tulisku ingin membalas pesannya namun batal ku kirimkan.

12 Juli dini hari , aku hampir lupa menceritakan, sekarang sudah hari ke delapan ramadan. Handphoneku berdering, tadinya ku fikir itu alarm pertanda waktu sahur subuh, ternyata itu panggilan dari nomor yang memiliki angka terakhir 888, tanpa berfikir panjang ku raih handphoneku.

“Haloo, kamu sudah bangun, sahur bareng yuk,”

“Assalamalaikum, ia baru saja, ada apa menelphone jam segini ?,” jawabku dengan suara yang masih terputus-putus antara sadar dan tidak sadar oleh kantuk.

“Walaikumsalam hehehe, sebenarnya aku butuh bantuanmu, apa bisa kamu membantuku, ?”

“Katakan apa yang harus ku bantu ?,”

“Handphoneku sangat sepi, tidak ada yang membuatnya bunyi, apa kamu bisa menelphoneku setiap saat atau sekedar mengirimkan pesan singkat dengan kalimat selamat pagi, malam atau sore ? aku ingin handphoneku ribut,”.

“Konyol sekali anda,”.

“Aku serius, aku butuh seseorang untuk meramaikan handphoneku dengan ucapan selamat malam atau sekedar mengingatkanku akan hal kecil yang sudah sewajarnya aku lakukan, seperti jangan lupa bahagia atau makan dan minum,”.

“Hahahaaa kamu lucu, aku fikir bantuan apa, apa perlu ku ingatkan untuk bernafas,” tawaku pecah mendengar semua kata-katanya yang dia tuturkan dengan begitu cepat, mungkin dia tengah gugup atau mungkin dia sengaja agar terlihat lucu, mungkin.

“Sebenarnya masih ada satu hal lagi, aku harap kamu masih mau membantuku,”.

“katakan,”.

“Aku mau kamu bantu aku buat kontrak,”.

“Wah, mau mau, sekalian belajar hukum kontrak juga, coba ceritakan kontrak seperti apa yang kamu maksud,”.

“Jadi aku ingi buat kontrak sama kamu,  please jadi pacar kontrakku untuk mengisi waktu libur ini. Sebulan saja, tapi kalau dalam waktu sebulan kamu merasa nyaman denganku lanjutkan saja, kalau kamu merasa tidak nyaman itu salah karena aku pastikan kamu akan nyaman,”.

“Ya ampun, kamu kesambet setan apa si, “ .

“Ya aku harap kamu mau, jadi pacar kontrakku sampai kamu lupa kalo kita sebenarnya ada perjanjian, anggap saja kita pacaran salah sambung,”.

“Baiklah bapak, aku menerima kontrak darimu, kita lihat saja yang akan terjadi kedepan seperti apa, tapi mohon maaf saya harus sahur dulu, besok kita mainkan peran masing-masing,”.

“Baik sayang, makan yang banyak biar puasanya kuat,”.

Risih banget dengar pria aneh itu memanggilku sayang, tapi lumayan juga tawarannya, setidaknya ada yang meramaikan handphoneku, setidaknya ada yang membangunkanku makan sahur, maklum aku termasuk orang yang susah bangun sahur.

Aku ada rencana, aku akan membuat pria aneh itu jatuh cinta padaku sebelum satu bulan agar nanti saat kontraknya habis aku bisa menyakitinya dengan kata putus, toh bukannya ini sebuah permainan yang ia mulai, aku ingin keluar dari kontrak ini sebagai pemenang. Dan pertama yang harus ku lakukan adalah mengirimkan pesan singkat lima waktu  dan voice note 3 waktu mengingatkannya makan, dengan begitu aku yakin dia akan jatuh kepadaku. Kamu sudah salah memulai hubungan denganku, walau itu pura-pura.

Satu minggu sebelum lebaran, ku tinggalkan kota Bontang ini, segelas rindu yang disuguhkan kota ini di setiap pagi ku rasa cukup ku jadikan bekal dalam perjalanan pulangku. Sebelum meninggalkan kota ini, aku ingin berterimakasih kepada pria aneh yang dengannya ku miliki kontrak, terimakasih telah membersamai segala aktifitasku dengan kekonyolanmu yang selalu saja membuatku senyum-senyum sendiri saat membaca pesan darimu, suaramu di ujung telephone setiap malam selalu berbeda dan itu membuatku kesulitan mengenalimu dengan pasti, tapi tidak masalah aku akan tetap berterimakasih, hari ini aku ingin kembali tapi maaf takkan ku kirimkan kabar baik ini padamu.

“Hei kamu, ia kamu yang sedang baca pesanku, aku ingin minta maaf, hari ini sampai besok aku mungkin tidak ada kabar. handphone  mbak aku rusak dan dia ingin pakai handphoneku sampai besok, maaf ya, selamat menabung kasih untuk rindu yang akan hadir dua hari kedepan,’’.

Setelah mengirimkan pesan itu, ku masukkan namanya dalam daftar hitam handphoneku untuk meyakinkannya bahwa handphoneku sedang dipinjam. Aku bukan orang puitis padanya, aku lebih suka bicara realistis sebab aku masih dengan misi awalku, ya membuatnya jatuh padaku. Dan kami tidak pernah mengungkit soal kontrak selama menjalani ini.

Satu yang ingin ku pastikan, aku tidak memiliki perasaan sayang padanya, dia memang baik dan lucu tapi perasaan itu tidak ada, entah karena aku tersugesti pacar kontrak atau rasa kesal akan kesan pertama pertemuanku dengannya yang masih secara gamblang tersimpan dalam kepalaku.

Dua hari dalam perjalanan pulang tanpa komunikasi dengannya ternyata membuatku merasa aneh, aku nerasa ada yang kurang dalam diriku, seolah ada barang penting yang aku tinggalkan di kota ini, tapi apa ? aku tidak tahu persis. Sesekali aku berfikir, apa ini karena kabar pria aneh itu yang tidak ada atau memang seperti inikah rasanya ingin kembali ke kampung halaman ? sial, aku tidak punya jawaban untuk pertanyaanku ini yang ku punya masih sederet pertanyaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Bagaimana St Hartina Menjadi Identitasku

Celoteh Maya Gita: Hai diriku !

Mengapa Harus Menginspirasi ?