A Man Who Must Not Be Named (0): Modus: Biar Aku Ajarkan Tips Bela Diri !

 


Anginnya telah menembus kesemuanya, dari pakaian hingga daging yang membalut tulang belulang yang membuatku menjadi manusia bernama Dinda Alfeno, seorang gadis dengan berjuta ambisi yang kerap menghabiskan sorenya di tepi pantai hanya untuk menikmati senja. Senja dengan keindahan yang sekedip mata itu membuatnya terdiam walau ia tidak suka diam, mampu membuatnya betah berdiri di tempat sama dengan waktu yang terus berputar sedang ia sendiri gampang merasa bosan, seperti itulah dia, mirisnya dia adalah aku, ya akulah Dinda Alfeno.

“Aku menyukai senja, lebih tepatnya jingga, aku ingin menjadi sepertinya yang memberi keindahan dikala terang akan menjadi gelap dan gelap akan menjadi terang. Aku ingin mejadi sepertinya yang walau sesaat tapi mampu memuaskan mata dan rasa siapa saja yang melihatnya,”.

“Tahukah lagu yang kau suka, tahuka bintang yang kau sapa, itu aku.....”

dering itu kembali memecah khayalku yang sedikit lagi mencapai puncaknya, dosen aneh itu menelponku lagi, dosen aneh itu kembali menelponku. Maaf lupa ku beri tahu bahwa malam itu setelah mendapat pesan darinya aku kesukitan tidur, aku sudah berusaha keras agar kantuk itu kembali hadir, namun sial sepertinya kantuk itu sedang bertamu dan betah pada manusia lain hingga pukul 4.00 waktu dini hari ia baru mengunjungiku. Sebelum tertidur ku save nomor dosen aneh itu dengan nama “Dosen berbaju batik”.

“Assalamualaikum, ada yang bisa saya banting pak ?,” candaku.

“Walaikumsalam, ini aku mau tanya soal tugas kelompok kita, tugas dari dosen berkaca mata,”.

“Lah pak, bapak dikasi tugas juga (dosen kok ikutan kerja tugas, fikirku dalam hati),”.

“Aku teman kelas kamu, kamu fikir aku dosen ya ?,”

“Ya ampun maaf, jadi gimana tugasnya,” tanyaku cepat menyembunyikan salahku.

“Bagaimana kalo besok jam 10 pagi kita ketemu di kampus bahas tugas ini dengan teman yang lain, nanti saya telphone yang lain,”.

“Ok, besok” jawabku singkat dan memutuskan sambungan telephone.

Keesokan harinya, dengan menggunakan celana training dan sendal swallow berwarna orange aku menunggu dosen berbaju batik (mahasiswa aneh) dan teman-temanku di parkiran kampus sambil menikati wifi gratis fasilitas kampus. Hari ini hari minggu, kampus sepi karenanya aku berani berpakaian seperti ini.

Tiga menit sebelum pukul 10 pagi, seorang lelaki berjaket kuning yang mengendarai scooter tua berjalan kearahku, ternyata dia si dosen berbaju batik tempo hari. Hari ini dia nampak berbeda, dia lumayan gagah dengan jaket bertuliskan “Porprov (Porseni provinsi)”, sepertinya dia seorang atlit.

“Sudah lama datang,”

“Baru lima menitan, mana yang lain,” tanyaku.

“Sebentar lagi mereka sampai,”.

Aku diam beberapa saat, aku malu dan bingung, betapa tidak, aku sempat mengira dia seorang dosen. Tolong katakan sesuatu, aku tidak suka diam seperti ini, kataku dalam hati berharap dia dapat mendengar suara hatiku.

“Bagaimana kalo kita menunggu yang lain di ruangan saja, ada yang ingin aku katakan juga,”

Pria aneh itu kemudian melangkah menuju ruangan, dan bodohnya aku mengikutinya tanpa ragu dan tanpa tanya.

“Coba kamu berdiri, ayo berdiri,”.

“Kenapa ?,”.

“Bediri saja, aku ingin mengajarimu tips belah diri,”.

Dasar pria aneh, aku fikir apa yang ingin dia bicarakan. Kenapa belah diri yang dia jadikan bahan untuk bicara denganku, tanyaku dalam hati. Aku ikut saja dengan yang dia katakan hingga saat dia memegang dan menekan lenganku dengan sangat keras, rasanya ada kelereng dalam lenganku, aku teriak kesakitan saat dia menekannya sambil ketawa.

“Sakit, lepas,’’.

“Ini adalah tips belah diri jika suatu saat kamu berkelahi pakai saja tips ini, lawanmu pasti akan jatuh”.

Ia menjelaskan dengan detail tentang tips yang ia berikan, aku seperti mendengarkan kuliah 3 SKS dengan penjelasannya. Ditambah lagi tips baru yang ia berikan dan menurutku sangat modus. Betapa tidak dalam peragaannya ia menarik tanganku dan memutar badanku hingga tepat berada dalam dekapannya. Meski demikian aku berusaha bepikir realistis da biasa-biasa saja, aku pun berfikir itu sangat bangus dan akan membantuku jika suatu hari terjebak dalam kondisi yang tidak memungkinkan, yah aku lumayan ska menganggu orang.

Dia terus menjelaskan dan aku hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa, aku masi tidak habis fikir kok ada pria aneh seperti pria yang sedang berdiri di depanku ini, manusia macam pria ini.  Biasanya pria lain yang ku temui pertama kali pasti ngajak kenalan hingga ngobrol panjang lebar dengan modal basa basi tapi seruh. Pria ini malah “modus” tips bela diri tanpa tahu namaku siapa dan dia pun tidak mengenalkan namanya siapa.

“Bagaimana dengan tugas, aku ada kegiatan setelah ini, kalo boleh kita bagi job saja sekarang, nanti setelah yang lain datang kamu kasi tahu saja job masig-masing,” tanyaku memecah keheningan.

Sebenarnya aku bohong, aku hanya tidak suka berlama-lama berada dalam satu ruangan dengan manusia aneh seperti pria ini, aku tidak ingin dia meneruskan modus tips belah dirinya yang terus terang membuatku tidak nyaman.

“Sebenarnya aku tidak memberitahu mereka kalo hari ini kita akan diskusi soal tugas pagi ini, aku hanya ingin bertemu denganmu, tolong jangan marah,”.

“Maksud kamu ?, kamu bilang tugas cuman buat dengar saya teriak kesakitan gara-gara tips bela dirimu ?, dasar aneh,”.

“Maaf maaf, saya malu bicara kalo ada orang lain, waktu itu saja saya minta nomor kamu harus mengumpulkan seribu kekuatan, itupun saya masih gugup dan tidak mampu menatapmu kala itu,”.

“Santai saja kali, ya sudah saya mau pulang, lain kali yang realistis dan tidak perlu canggung,”.

“Yasudah, tugas biar aku sampaikan ke yang lain, maaf sekali lagi, kamu hati-hati,”.

Ku tinggalkan pria aneh itu sendirian dalam ruangan tanpa peduli apa dan bagaimana perasaannya serta apa yang dia lakukan setelah itu, yang ada di kepalaku saat itu hanya ingin segera memindahkan diri dari sorot matanya yang membuatku tidak nyaman dengan tingkah dan kata-katanya yang di luar dari kebiasaan banyak pria yang ku temui selama ini.

Jujur, di perjalanan pulang ada satu pertanyaan yang menguasai semua ruang kepalaku. Bagiku aneh tapi jiwa penasaranku merontah. Sorot matanya yang memerah dan basah itu teringat jelas di kepaku, badan tegap, kaku, dan intonasi yang begitu formal itu berhasil menyita perhatianku. Aku menyukai sesuatu yang beda dari biasanya, jika 9 orang orang menjtuhkan pilihan pada hal yang sama maka aku akan adalah seorang yang mejatuhkan pilihanku dengan hal lain.

“Siapa nama lelaki aneh itu ?”

“Siapa nama lelaki aneh itu ?”

“Siapa nama lelaki aneh itu ?”

“Siapa nama lelaki aneh itu ?”

Pertanyaan itu memenuhi ruang fikirku, aku penasaran siapa dia, apa maksud dari kata-katanya, dia adalah spesies manusia aneh pertama yang ku temui selama Tuhan menitipkan roh dalam tubuhku.  Aku hanya penasaran, hatiku sama sekali tidak merasakan pengaruh apa-apa setelah apa yang terjadi tadi, tapi kenapa Putri mengatakan itu adalah kode, kode bahwa pria aneh itu menyukaiku. Menurutku jika ia menyukaiku ia akan datang dengan bunga dan menyatakan perasaannya padaku dengan membacakan sebait atau dua bait puisi yang entah dia buat sendiri atau sekedar meminjam puisi orang seperti yang terjadi di film-film. Oia Putri adalah sahabatku, sedari kampus tadi aku langsung menemuinya dan menceritakan semua yang keanehan yang terjadi tadi. Dan itulah kesimpulan Putri tentang pria aneh yang tadinya ku fikir seorang dosen. Kini di mataku dia pria aneh tak bernama yang tidak ingin ku tahu namanya walau kepalaku penuh tanya tentang namanya namun hatiku berkata sebaliknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Bagaimana St Hartina Menjadi Identitasku

Celoteh Maya Gita: Hai diriku !

Mengapa Harus Menginspirasi ?