A Man Who Must Not Be Named (1): Pria Aneh Tak Bernama

 


Aku tidak suka suasana dimana aku harus menunggu orang lain untuk menyelesaikan pekerjaanku, walaupun pekerjaan itu sebenarnya adalah teamwork. Aku tidak ingin bergantung pada orang lain, toh aku dengan orang lain memiliki waktu 24 jam yang sama dalam sehari, anggota tubuh hingga organ tubuh kami bahkan sama, lantas apa yang membuatku harus bergantung kepada orang lain ? sangat tidak ada.

Mengenai tugas kuliah dari dosen berkaca mata, sebenarnya semua telah ku selesaikan, makalahnya sudah sangat rapi dengan sampul biru mengikuti warna favoriteku terletak rapih di atas mejah belajarku, di sampingnya tepat tergeletak sebuah novel berjudul “Pilot Woman” yang sudah beberapa bulan tidak ku tuntaskan itu, ceritanya terlalu porno, makanya ku cicil ku baca.

“Knock knock knock........,”

Dari celah jendela ruang tamu ku dapati pria aneh itu berdiri di depan pintu depan dengan helm tua yang dibiarkannya menutupi rambut keritingnya itu. Aku heran, dari mana pria aneh itu mendapatkan alamat rumahku, dan buat apa di datang ? apa waktu itu aku mengucapkan kata yang salah ke pria itu hingga dia membuntutiku pulang ? atau mungkin pria itu diam-diam mengagumiku hingga mecaritahu semua tentangku, saat itu dia tahu tanaku, umurku, dan sekarang rumahku pun dia tahu, padahal aku sama sekali tidak menceritakan tentangku.

“Husssttt, kemanan arah fikiranku ini,’’ ucapku.

Setelah lama terdiam memperhatikannya dari dalam rumah, akhirnya ku bukakan dia pintu dengan diriku yang hanya berpakaian seadanya ini, aku menggunakan daster ibuku. Pikirku bodoh amat pria itu akan menilaiku apa, bagiku itu tidak penting, sama sekali tidak penting.

“Ada apa kesini, ada yang bisa saya bantai ?” candaku dengan tatapan kosong ingin ku telanjangi mata pria aneh ini, ingin ku temukan jawaban dari keanehannya dari matanya sebab aku tidak akan percaya jika dia berucap, bukankah setiap perkataan laki-laki adalah investasi kebohongannya kepada seorang perempuan ? bukankah semua modus yang mereka lakukan adalah semata-mata karena mereka memiliki tujuan dan setelah mereka sampai pada tujuannya maka mereka akan lupa dengan ucapannya yang manis.

“Ini saya bawa tugas yang kemarin kamu bilang, sudah aku print tinggal kamu gabungkan dengan tugas teman yang lainnya,” katanya sambil membuka tas dan mengambil plastik berisikan kertas berukuran A4.

“Oh, itu saja.” tanyaku curiga.

Sepertinya dia kurang menyukai tatapanku yang terus menguliti tubuhnya berharap dapat menelanjangi matanya. Pria itu hanya tersenyum dan beranjak pergi tanpa mengatakan sepata katapun. Aku terus menatapnya hingga menhilang, kali ini fokusku bukan pada dirinya, tapi pada scooter tua yang dikendarainya. Aku perempuan yang berbeda dan sangat menyukai hal klasik. Waktu SMP aku pernah menulis sebauh keinginan dalam buku catatanku, keinginan berkeliling kota dengan seorang pria menggunakan scooter lucu. Mengingat keinginan itu, aku tidak sadar Pria aneh aneh itu telah hilang dalam pandanganku sedang lamunanku terus mengawan. Ohh scooter haruskah aku membalas modusnya untuk mewujudkanmu.

“Semua tugas sudah selesai, aku tidak membutuhkan yang kamu bawa,” ucapku dengan nada halus sedikit arogan sebelum pria aneh tadi pergi. Aku sedikir khawatir omonganku ia dengar, walau sebenarnya aku ngin dia mendengarnya.

Aku tahu, sikap seperti ini mungkin kurang disenangi orang lain, tapi aku lebih tidak senang berharap orang lain dapat mengerjakan ini, bagaimana jika mereka tidak mengerjakannya sedang tugas ini harus dipresentasikan besok, pikiran seperti mungkin terlihat egois, tidak bisa memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada oranglain, tapi bukankah setiap dari mereka memang tidak bisa dipercaya ? tidak bisa bertanggungjawab ? sudah terlalu banyak orang yang ku temui dengan tipe seperti pria itu, jadi apa salah jika ku simpulkan semua orang itu sama, hasil risetku selama di bangku SMA sudah cukup bagiku mengenali orang lain dalam pekerjaan seperti ini.

Aku duduk dan meletakkan kertas yang dibawa pria tadi di samping makalah bersampul biru kami yang sejak sore hari setelah tugas itu diberikan telah ku selesaikan sendiri, mataku terfokus pada daftar nama yang ada pada sampul makalah itu, sejenak ku fikir akan ku ketahui namanya, tanpa menghembuskan nafas makalah itu sudah ada di tanganku, mataku melirik dua nama lelaki yang tak satupun diantaranya ku curigai adalah namanya.

“Oleh:

Dinda Alfeno

Julia Petrisa

David Angkara

Didin Saputra”

Demikian nama yang tertulis pada makalah tersebut, aku penasaran, siapa nama pria aneh itu, David atau Didin ? jujur saja kedua nama ini tidak cocok untuknya, dia cocoknya bernama Udin, ejekku sambil tertawa kecil.

Penasaran itu menuntun tanganku mengambil kertas yang dia bawa tadi, harapku dia menuliskan namanya di pojok kanan atas kertas yang dia bawa, bukankah begitu cara mahasiswa menamai kertas tugasnya.

Prediksiku salah, pria itu tidak menuliskan namanya. Ku teliti setiap kertas dalam plastik itu berharap dia menyelipkan namanya entah di lembaran kesekian atau mungkin di belakang tulisan dari tinta hitam itu ada namanya, aneh sih, tapi bukannya dia pria yang aneh dan harus ku ketahui siapa dirinya dengan cara yang aneh juga ?.

“Siapa namamu pria aneh ?,’’ teriakku kesal dalam kamar.

Sebenarnya ingin ku kirimi pesan pria aneh itu, ingin ku tanyakan siapa namanya, tapi aku prinsipku tentang pria dan wanita harus tetap aku jaga, “Seorang perempuan dalam kondisi apapun tidak boleh memulai obrolan jika di dalamnya terdapatsesuatu yang neh berupa rasa. Dan apa tidak murah jika seorang perempuan menanyakan nama seorang lelaki yang dikenalnya dengan penuh teka teki ? jangan-jangan setelah dia membaca pesanku nanti dia akan merasa menang karena berhasil membuatku penasaran siapa namanya. Maaf, aku bukan perempuan seperti biasanya,  gumamku sembari mengapus pesan yang telah ku ketik tadi.

Aku Dinda Alfeno dan aku bisa mendapatkan semua yang aku inginkan, mencari tahu siapa pria neh itu bukan hal susah, besok akan ku dapatkan namanya. Malamku berubah menjadi malam yang sangat horor dari biasanya, untuk pertama kalinya, handphoneku menjadi teman yang sangat menyebalkan, semua aplikasinya tak mampu menenakankanku, sesekali ku coba mencari nama David dan Didin di google dan facebook, berharap ku temukan wajah tegang itu dan pertanyaanku terjawab. Perkiraanku meleset, David dan Didin tidaka k temukan di media sosial apapun, sepertinya dua orang ini sama aneh dan tertutupnya, google saja tidak mampu mendeteksi dirinya. Ternyata masih ada orang di dunia  ini yang menafikkan tekhnologi. Betapa buruk hidupnya tanpa semua fasilitas ini.

“Setelah ku sebut Dosen berbaju batik bercelana gombrang, pria modus tips bela diri, apa harus ku ganti julukannya dengan pria aneh tak bernama ? teka-teki ini  semakin membuatku haus. Wahai kalian para pria, seperti apapun kalian aku bukan prempuan seperti biasanya yang akan mencari tahu ketika  penasaran, kamu bukan apa-apa, tak akan jadi apa-apa, dasar aneh,”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Bagaimana St Hartina Menjadi Identitasku

Celoteh Maya Gita: Hai diriku !

Mengapa Harus Menginspirasi ?