A Man Who Must Not Be Named (11): Dia Tidak Merebutmu, Aku Hanya Tidak Mampu Menjagamu

 



Dia mengiakan permintaanku untuk kembali memulai hubungan kami awal lagi, aku terlahir sebagai Dinda yang baru pada reinkarnasi kisah kami. Aku menjadi seorang yang cepat emosi pada periode kedua hubungan ini, aku bukan tanpa sebab. Di periode kedua ini dia sudah tidak semanis periode pertama, teleponan setiap malam bukan lagi kebiasaan kami, mengirimkan pesan lima waktu pun bukan lagi kebiasaannya. Dia berubah 360 derajat, aku hanya diam memendam semuanya walau sesekali ku perlihatkan padanya emosiku.

Aku penasaran penyebab perubahan sikapnya, membuka media sosialnya menjadi kebiasaanku jika ingin mengetahui tentangnya tanpa bertanya. Disana aku mendapati obrolannya dengan Indah, orang sama tempo hari yang membuat hubungan kami retak pertama kali. Tanpa berfikir panjang aku menelphonenya dan mengajakya bertemu di Pantai tempat biasa kami menikamti magic hour.

“Kamu masih ada hubungan Fitra ?,” tanyaku.

“Tidak,” singkatnya.

“Ku sudah lihat semua obrolan kalian, aku buka medsos kamu tadi, sekarang kita putus,” teriakku.

“Aku tidak suka kamu yang sekarang, sedikit-sedikit putus, kamu bisa mendengarkan penjelasanku sebelum marah kan ?,”.

“Apa yang ingin kamu jelaskan,” aku berusaha menenankan diri menahan airmata.

“Awalnya aku hanya becanda sama Fitra, aku tidak ingin bohong semakin kesini aku menyukainya. Selama kamu tidak ada Indah selalu ada,”.

“Aku kamu anggap apa ?,” tanyaku sambil meneteskan airma yang dari tadi aku tahan.

’’Aku tidak tahu,”

“Aku mau kamu pilih aku atau dia sekarang, aku janji akan berubah,” tegasku.

Aku bingung,”.

“Kenapa ? aku sudah tidak ada nilainya ya ?,”

“Aku mau kalian berdua,”.

“Aku tidak suka diduakan, aku tidak mengerti jalan fikiranmu,”.

“Kamu selalu minta putus, aku ingat betul kamu memintaku mencari wanita lain yang bisa lebih mengerti aku dari kamu. Aku menemukannya sekarang, dia Fitra dan Jujur aku menyukai Fitra tapi aku tidak ingin melepaskanmu, kamu terlalu berjasa dalam hidupku, kamu banyak merubahku,”.

“Jasa ? bukan cinta yang kamu punya tapi pamrih, aku tidak ingin bersamau karena pamrih,” aku meninggalkannya setelah mengucapkan kata-kata itu. Aku pergi dengan perasaan yang hancur berkeping-keping. Permata yang aku punya berpindah, pinta dalam emosiku terkabulkan.

Aku melampiaskan semua amarahku dengan menyibukkan diri di organisasi. Aku menjadi orang yang lebih cepat marah karena teman-temanku lebih hati-hati melepaskan perkataan padaku, aku menyadarinya tapi aku tidak ada pilihan lain. Hatiku hancur dan aku butuh pelampiasan untuk sekedar mengekspresikan marahku.

Malam itu Fauzan menelponeku.

“Dinda, tolong telepon Didin untuk segera pulang, aku kecapean pegang motornya,” kata Fauzan.

“Maksudnya,”.

“Aku sedang di depan Kost Fitra, aku diminta pegang motornya karena standarnya rusak,”.

“Dimana dia ?,”

“Didin diatas, di kamarnya Fitra, sumpah hatiku aku sakit dijadikan obat nyamuk seperti ini, coba aku tahu akan jadi tukang parkir motor begini, aku tdak akan menemaninya,”.

Hatiku memanas, dadaku sesak, aku hanya bisa menangis. Fikiranku melayan menebak apa yang sedang mereka lakukan berdua di kamar kosan. Aku berusaha menahan diri, ku letakkan hapeku di dapur dan aku berlari ke kamar agar aku tidak melakukan hal yang salah lagi.

Pikiranku telah merabah banyak kemungkinan alasan dia melakukan ini. sedang hatiku berhenti pada jawaban yang persis ia sampaikan tempo hari. Semua atas inginku yang setiap kali memintanya mencari wanita yang lebih bisa mengertinya dariku, walau waktu itu dia menolak dengan keras pintaku. Aku sadar yang membuatnya menjadi seperti sekarang adalah sikapku yang sering mengabaikannya, adalah perkataanku yang sering terlepas padanya, adalah hatiku yang tidak mampu merasakan apa yang dia inginkan dan adalah atas pintaku agar dia menemukan kenyamanan pada hati yang lain.

Setelah semua itu terjadi, aku tidak memiliki hak untuk kecewa atau pun marah. Dia hanya mengabulkan pintaku, tidak ada siapapun yang harus aku salahkan dalam kisah suram yang akan menjadi kenangan ini, dia tidak meninggalkanku dia hanya patuh padaku, pun Indah tidak merebutnya, aku hanya tidak mampu memberinya kenyamanan. Aku gagal menjaganya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Bagaimana St Hartina Menjadi Identitasku

Celoteh Maya Gita: Hai diriku !

Mengapa Harus Menginspirasi ?