A Man Who Must Not Be Named (12): Dia Kembali Tak Bernama

 


       Aku yang dia pertahankan  karena “jasa” telah kehilangan sedikit rasa dalam hati, aku bisa saja memaksanya bersamaku tapi bukankah mencintai seseorang atas pamrihh itu salah ?.

     Tuhan selalu mendengar permintaan kita, apa yang kita minta pada-Nya telah Ia janjikan akan dikabulkan, kita hanya perlu berusaha dan bersabar, terus menerus meminta walau sadar atau tidak tentunya. Yang tidak ku sangka adalah Tuhan mengabulkan pinta dalam emosiku, pinta yang ku mohonkan dibawah akal sadar kini membuatku tak bedaya.

“Kita banyak perbedaan, percuma dipertahankan, pada akhirnya kita hanya akan saling menyakiti dengan perbedaan tersebut. Sampai disini saja, kita putus saja.”

      Kalimat itu terus menghantui pikiranku, entah sampai kapan aku akan berada pada rasa ini, entah selamanya akan ku jaga sesal ini atau akan ku temukan cintanya dikemudian hari, atau akan datang yang lebih darinya dikemudian hari. Pertanyaan seperti ini memenuhi kepala bersama dengan sesal atas bibir yang tak mampu berkonfromi dengan emosi ini.

     Apapun yang telah terjadi, walau sakit aku percaya setiap sakit akan sembuh, setiap manusia akan menemui kecewa dan bahagianya. Waktu, semua hanya soal waktu saja, waktu yang membawa kecewa dan bahagia ke hidup ini dengan berbagai balutan kisah, salahn satunya kisah kita yang kini harus kandas, terijabah sudah do’a dalam emosi. Jika suatu hari ku temukan lagi bahagiaku akan ku sebut yang indah-indah dalam emosiku, akan ku jadikan ia do’a dalam setiap kecewaku berharap akan terijabah seperti akhir kisah kita.

     Dia yang datang dengan penuh teka-teki, yang tidak ingin ku sebut namanya dan yang ku terima dengan pura-pura dan pada akhirnya akan pergi dengan cara yang sama. Aku melepasmu dengan berpura-pura baik-baik saja, kamu akan kembali tidak bernama dalam hatiku seperti saat pertama kamu datang. Rasanya ingin ku tarik sticky note yang ku berikan tapi apa daya waktu akan bergerak maju dan tidak akan pernah bergerak mundur, meski ia kembali pada waktu yang sama suasananya tidak akan perna sama.

     Kamu benar, aku seharusnya tidak menyebut namamu walau dalam hati apalagi menjadikan namamu Aamiin dalam do’aku beberapa tahun kemarin. Aku tidak ingin menafikkan hadirku dalam perjalananku, dan aku akui kamu ada dan akan selalu ada dalam kisahku. Kamu akan terus ada dalam masa laluku, masa depanku adalah milikku dan kamu adalah masa laluku dan disanalah aku mengukir namamu dengan sangat rapi. Terimakasih telah menemani beberapa perjalananku kelak jika Tuhan menghendaki hadirlah kembali dalam kisahku dengan nama bukan tak bernama. Aku percaya suatu hari nanti aku akan dewasa, usia yang dewasa oleh waktu dan pikiran yang dewasa oleh masalah dan percayalah aku akan mencarimu dan berterimasih telah memberiku masalah yang mendewasakan pikiranku. Aku menunggu waktu itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Bagaimana St Hartina Menjadi Identitasku

Celoteh Maya Gita: Hai diriku !

Mengapa Harus Menginspirasi ?