A Man Who Must Not Be Named (2): Jam Dinding Tak Berdenting
Aku
sedang menyantap mie ayam di salah satu kantin kampus yang terletak tepat di
depan parkiran sebelah barat kampusku, apa kamu pernah puasa namun lupa bangun sahur sedang makan malam saja
kamu hanya makan gorengan karena temanmu nongkrong di rumahmu sampai larut dan
tidak peduli isi perutmu ? ya, seperti itulah kondisiku kala itu, mi ayam ibu
Sum membayar segalahnya.
Mie
ayamku tinggal kuah, karena perutku masih lapar ku hirup kuah itu langsung dar
mangkuknya. Suara bising scooter yang dari tadi ribut di pojok kanting serta
suara piruk riuk canda mahasiswa tidak membuatku malu melakukan itu, sebenarnya
aku tidak tahu kemana mata mereka memandang yang aku tahu aku lapar.
“Doyan apa laper buk,”
Seorang
pria mengagetkanku dengan bisikan itu tepat di telinga kiriku, aku kaget dan
memalingkan wajah seketika ke arah kiri, ada dia dengan senyum emoji angel
tepat di depan wajahku. Wajahnya dan wajahku hanya berjarak lima cm, hembusan
nafasnya dapat ku rasakan, wanginya aneh, persis dengan wangi bayi yang
aromanya menyamai bubur santan buatan ibuku, aku tahu persis wangi itu, sebab
aku punya adik yang baru berumur 6 bulanan.
Aku
mulai khawatir, aku takut dia mendengar detak jantungku yang semaki mengeras
dan cepat. Aku tidak ingin pria ini memaknai lain setiap detak jantungku, ini
bukan sinyal suka tapi detak gugup pertama kali menatap pria dengan jarak dekat
seperti ini. Walau sebenarnya tidak dapat ku pungkiri, ternyata peria aneh tak
bernama ini memiliki paras yang manis saat senyum seperti ini.
Kenapa,
kenapa kamu tidak berkedip, tatapan ini sudah sangat lama terdiam, tolong
angkat wajahmu pria aneh, pindahkan wajahmu dari pandanganku, aku tidak ingin
terlalu lama menatapmu seperti ini, aku tidak menjadi seperti apa yang
diceritakan dalam kisah-kisah norak FTV di negeri ini.
Pria
aneh ini mulai mengangkat wajahnya menjauh, tapi kenapa aku merasa kecewa, aku
seakan menyukai posisi wajahnya yang tadi, aku merasa lebih bebas
memandanginya, aku suka wangi pria aneh tak bernama ini.
“Tuhan, tolong hentikan denting jam kali ini, aku ingin
menikmatinya, ini kali pertamaku meminta hal seperti ini pada-Mu, Engkau akan
mengabulkannya bukan ?,” pintaku dalam hati.
“Boleh saya duduk di sini ?,”.
“Silahkan saja, itu kusi kantin, bukan milikku, aku tidak
memiliki hak melarangmu,”.
“Aku tahu, tapi aku tidak tahu bagaimana isi hatimu,’’.
“Apa maksudmu ?,” tanyaku gugup takut ia mendengar
detak jantungku dan menyimpulkan yang aneh-aneh tentangku.
“Aku tidak tahu kenapa kamu menyantap mie ayam sebegitu
lahapnya,”
ucapnya sambil tertawa kecil seakan mengejekku.
Tadinya
aku canggung dan tidak tahu mau bilang apa-apa ke lelaki aneh ini, tapi
melihatnya memecah suasana spertinya pria tak bernama ini memiliki selera humor
yang lumayan tinggi jadi ku beranikan diri membalas candaannya. Namun sayang,
percakaan itu terhenti sejak masuknya sebuah mobil Honda Brio G ke lobby ruang
staff fakultas, ya dosen berkaca mata itu telah tiba.
“Saya izin ke kelas ya, pak Gali sudah tiba,”.
“ok,”.
Tadinya
aku terkesima pada pria tak bernama ini, tapi sekarang tidak lagi. Bagaimana
mungkin aku tertarik dengan pria aneh ini, kelakuannya selalu di luar
tebakanku. Lihat saja, kami satu kelas mengajakku ke kelas saja dia tidak, kami
satu kelompok tapi menanyakan tugasnya saja tidak, jangankan tugas namanya yang
entah David atau Didin saja aku belum tahu.
Di dalam
kelas, sebelum presentasi ku tanyakan satu persatu nama teman sekelompokku,
sebenarnya ingin ku tanya dia terakhir kali tapi bagaimana, aku belum tahu
siapa orang-orang yang namanya ada dalam sampul makalahku, akhirnya ku tanya
namanya terlebih dahulu.
“Hemm,,,
Siapa namamu ?,”
“Kenapa ? sudah penasaran denganku ?,”
“Jangan GR aku hanya ingin membagi tugas presentasi jadi
aku butuh tahu siapa pemilik dari nama-nama ini,” jawabku sambil menunjukkkan
makalah padanya.
“Tanya yang lain dulu saja, aku terakhir, namaku susah,”.
“Tolong jangan becanda boleh, ini sudah mau naik
kedepan,”.
“Kenapa ? bilang saja kalau penasaran jangan mengkambing
hitamkan tugas apa lagi waktu (ia terlihat tersenyum dengan beribu makna). Kamu
ada stiky note dan pulpen ?,”.
“Buat apa ?,”.
“Kamu ingin tahu namaku kan, maaf namaku tidak bisa
disebut, aku hanya akan menuliskannya,’’.
Aku
rasanya ingin pindah dari hadapan pria aneh tak bernama ini tapi aku butuh tahu
siapa namanya, dengan wajah yang sengaja ku pasang datar bermata sinis aku
duduk di sampingnya dan meletakkan stiky note berwarna biru serta pulpen
berwarna biru di mejanya.
“Tolong tuliskan namamu, aku butuh untuk pembagian
tugas,”.
Pria
aneh itu menuliskan sebuah nama, “Lord
Voldemort”, itu yang dia tulis. Sebenarnya aku kesal melihatnya, aku baru
saja ingin berkata kasar tapi dia mengambil stiky note baru dan kembali menulis
“Didin Saputra Bin Abu Bakar Kadir
As-Siddiq”.
“Itu namaku, jangan disebut tulis saja, tulis dalam kepala
dan hatimu, kamu akan lebih gampang mengingatnya,”.
“Terimakasih,” jawabku judes sambil pindah
tempat duduk.
“Eh jika ingin memanggilku, panggil dalam hati saja, pasti
aku dengar, pasti kamu sedang berfikir aku tidak waras, bukannya aku tidak
waras tapi aku tidak ingin ada yang menyebut namaku apalagi perempuan yang
bukan muhrimku, jika ingin jadilah istriku dulu, tapi biarkan ayahmu terlebih
dulu menyebut namakun dalam lantunan ijab kabul kita, setelahnya kamu bebas
memanggilku dengan nama.” bisiknya di telingaku dan ikut pindah tempat duduk di
sebelahku.
Meski
aneh, sekarang aku tahu namamu siapa, pria aneh yang sebelumnya tak bernama
ternyata pemiliki nama dari “Didin Saputra”, pria yang tidak ingin disebutkan
nama layaknya Lort Valdemort dalam film Harry Potter karya J.K Wrolling yang
manjadi film favoriteku sejak SMP.
.png)
Komentar
Posting Komentar