Redahnya Hujan adalah Derasnya Rinduku
Siang ini, tepat di pojok kanan sofa rumahku, mataku tertuju pada celah jendela menatap tajam pada rintik hujan yang turun silih berganti tanpa mampu ku hitung jumlahnya.
Ah sial, detak jantungku mulai tak karuan, ia tidak ingin kalah dengan rintik hujan, iapun ingin membuktikan keberadaannya yang sama tak terhitung detaknya saat namamu memenuhi ruang fikirku.
Denting jam dind-ding pun ikut beraduh, seketika hujan menjadi ajang kompetisi antara pikir dan hatiku, denting jam dan hujan pun detak jantung yang mulai meresahkanku. Ah perasaan apa ini, jujur aku tidak menyukainya, sebab yang ku sukai hanya berada di sampingmu dan semua rasa ini akan hilang.
Tak terasa, sudah berjam-jam ku fokuskan pandanganku dicelah jendela yang sama. Hujan mulai redah sememtara rinduku semakin deras.
Hei kamu, tolong siapkan perahu atau tidak ban dalam mobil untuk kamu jadikan pelampung bila nanti rinduku menjelma banjir. Jika bisa memilih, aku tidak ingin kamu tenggelam oleh rinduku, aku hanya ingin kamu menikmatinya walau sekedar bermain ban diatasnya.
Jika aku jadi kamu, aku ingin sendirian menikmat arus rindu itu, betapa tidak bersyukur dan kurang ajarnya diriku jika menolak rindu seanarkis rindu yang sedang membajiriku.
Aku tahu, aku akan berakhir di tengah lautan rindu, tapi bukankah sudah menjadi janjimu untuk terus bersamaku dalam keadaan apapaun, banjir bukan masalahnya jika wujudnya adalah kamu dan rindumu.
Maka biarkan aku berakhir dengan indah dalam lautanmu, Rindu.

Komentar
Posting Komentar